Pada 7 April yang lalu merupakan hari kesehatan sedunia. Hari kesehatan merupakan hari dimana kita harus peduli dan memaknai kesehatan secara menyeluruh, tak hanya kesehatan fisik tetapi kesehatan mental. Tahun ini hari kesehatan sedunia mengusung tema “Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Kusta”. Ini bukan tidak beralasan mengingat isu penyakit kusta masih terabaikan di masyarakat. Dan masyarakat tidak sadar bahwa penyakit kusta masih ada disekitar kita.
Bagi penderita kusta mereka masih malu mengungkapkan bahwa mereka memiliki penyakit kusta, dan adanya stigma pada masyarakat bahwa penyakit kusta adalah penyakit kutukan, mudah menular, harus dihindari dan tidak boleh bergaul dengan mereka, penderita kusta dikucilkan ada diskriminasi perlakuan di masyarakat. Disini kesehatan mereka bukan hanya terganggu secara fisik saja tetapi juga ada kecemasan, ketakutan, insecure, malu, stress, depresi yang secara tidak langsung mengganggu kesehatan mental mereka. Sebuah fakta mengejutkan bahwa Indonesia menempati urutan ketiga sebagai penyumbang kasus baru di dunia dengan 17.000 kasus baru per tahun.
Untuk memutus rantai penularan kusta sekaligus mengedukasi masyarakat secara komprehensif perlu ada kolaborasi pentahelix melibatkan lintas sektor perlu dilakukan diantaranya melibatkan akademisi, perangkat masyarakat, pemerintah, pelaku bisnis, komunitas di masyarakat, juga media. Pada 12 April lalu Yayasan NLR Indonesia adalah sebuah organisasi non-pemerintah (LSM) yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk akibat kusta. Melalui diskusi ini, NLR dan Radio KBR mengajak masyarakat dan teman-teman blogger untuk mengetahui, kira-kira seperti apa kolaborasi pentahelix untuk atasi kusta dilakukan? Diskusi ini dilakukan via streaming youtube KBR dan via zoom adapun yang menjadi nara sumber adalah Dr. dr. Flora Ramona Sigit Prakoeswa, Sp.KK, M.Kes, Dipl-STD HIV FINSDV - Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) dan R. Wisnu Saputra, S.H., S.I.Kom – Ketua Bidang Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kab. Bandung.
baca juga : waspada bahaya penyakit diabetes
Secara pribadi saya bersyukur dan berterimakasih bisa ikut forum diskusi ini. Dari kecil saya mendengar tentang penyakit kusta dan stigma di masyarakat tentang penyakit kusta. Dan benar saat ini saya merasa penyakit kusta sudah punah, karena issu ini jarang terangkat. Nyatanya Indonesia memiliki 17.000 kasus penyakit kusta pertahunnya.
Mengenal Penyebab, Gejala , Penularan, dan Pengobatan Penyakit Kusta
1) Penyebab Penyakit Kusta
Penyakit kusta jika tidak diobati dapat menyebabkan kecacatan. Kusta sejenis penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri yang tumbuhnya sangat lambat yaitu bakteri Mycobacterium leprae. Infeksi bakteri ini mampu mempengaruhi saraf, kulit, lapisan hidung, dan saluran pernapasan bagian atas.
2) Gejala
Gejala umum penyakit kusta yaitu timbul lesi atau bercak putih seperti panu, tetapi kulit yang terkena akan mati rasa, tidak bisa merasakan saat ditusuk jarum, juga tidak merasakan panas atau dingin. Timbul lepuhan dan ruam pada kulit, penurunan berat badan, rambut alis rontok dll. Jika memiliki gejala tersebut diharap melakukan pengobatan.
3) Penularan
Menurut dr. Flora penyakit kusta adalah penyakit menular yang paling tidak menular. Penyakit kusta menular apabila terjadi kontak erat selama 40 tahun dengan penyakit kusta dengan yang belum diobati. Umumnya penularan 5-10 tahun apabila kontak erat, sentuhan kulit, atau terkena droplet bersin dan ludah selama 5-10 tahun terus menerus.
4) Pengobatan
Pengobatan kusta bisa dilakukan di puskesmas karena sudah disediakan oleh pemerintah secara gratis. Penderita kusta ada 2 macam kusta kering (pausi basiler) imunitas masih baik biasanya butuh waktu sembuh sekitar 6-12 bulan dan kusta basah (multi basiler) yang kumannya sudah banyak membutuhkan waktu sembuh 2-3 tahun dengan catatan disiplin makan obat dan mendapat support sistem dari lingkungan.
baca juga : mengenal penyakit hipertiroid dan gejalanya
Kewajiban masyarakat sebagai bagian Kolaborasi Pentahelix Atasi dan Hapus Stigma Kusta
Untuk mengatasi penyakit kusta tak hanya butuh obat, perlu kolaborasi antar berbagai kalangan, masyarakat, komunitas, nakes, media, pelaku bisnis, pimpinan keagamaan. Kolaborasi seperti apa?
Menyebarluaskan informasi yang mengedukasi kepada masyarakat bahwa penyakit kusta tidak menular seperti yang ditakutkan karena penyebarannya bakteri sangat lambat dan butuh waktu 5-10 tahun, itupun jika ada kontak erat terus menerus pada pasien yang belum pernah diobati
Tidak menciptakan stigma buruk dan melakukan diskriminasi kepada penderita kusta, tidak memandang jijik, tetap bergaul sebagaimana mestinya. Memberi peluang kepada penderita atau penyandang disabilitas kusta untuk bisa memanfaatkan ruang publik seperti rumah ibadah, taman hiburan, membuka usaha dll.
Menjadi support sistem dan motivasi kepada penderita untuk berobat. Obat sebenarnya diberikan gratis, tetapi membutuhkan waktu panjang . Mengingat hal tersebut mereka butuh dukungan agar tak kehilangan motivasi untuk sembuh.
Kesimpulan
Selama ini para penderita kusta merasa malu dan terkucilkan oleh stigma yang tercipta secara turun menurun. Sehingga bagi penderita malu terlihat, malu berobat, ditambah pandangan tidak menyenangkan dari orang lain. Mulai saat ini penting untuk melakukan kolaborasi agar kedepannya Indonesia bisa bebas penyakit kusta.
Penting banget support kita untuk mereka, ya, penyakit kusta juga bisa sembuh dan bukan penyakit menular ternyata. Nah, selama ini mereka dikucilkan dan kesulitan karena didiskrimanasi. :)
BalasHapus