www.novanovili.com - [ Pernikahan ]
“ Terimalah aku apa adanya dan aku terima kamu apa adanya”. Wow! So sweet banget kalimatnya ya? Membuat jiwa melayang terkena panah cinta dari dua sejoli yang kasmaran.
Oke, sebentar kita tinggalkan kalimat itu dan kita kembali ke alam nyata penuh fakta #tsaaah.
Sudah berapa lama kita menikah? 5 tahun? 10 tahun? 15 tahun? lebih. Sudah punya berapa anak 2,3,4 bahkan 5 mungkin lebih. Apakah dari sikap kita ada yang berubah sejak menikah ? banyak.
Dari awal bulan-bulan pertama menikah saja kita sudah banyak komplen dengan sifat pasangan. Sang suami yang cuek , dandan biasa saja, kadang malah gak mandi cukup cuci muka dipagi hari langsung berpakaian rapi, terus keluar rumah ntah kerja atau mungkin bertemu teman-teman, belum lagi handuk ditaruh asal-asalan. Tentu saja membuat wanita yang rapi, ini sebuah masalah dan gak segan-segan memberi tahu suami panjang lebar , dan berakhir dengan mendapat label “situkang ngomel” oleh suami dan dianggap terlalu cerewet. Dan kejadian ini bisa dibalik mungkin saja sang suamilah yang rapi, istri yang pemalas dan tak pandai beberes rumah. Tak hanya sholat yang bisa dijamak tapi mandi pun bisa dijamak, Mandi pagi jam 12 siang udah sekalian untuk mandi sore, mandi sehari sekali. (egh! aku banget waktu gadis)
Sebenarnya konsekwensi “ Terimalah aku apadanya “ itu sangat berat, Ketika kita mengatakan itu artinya kita juga harus rela “Menerima kamu apa adanya” terus kalimatnya ditambah ” gak cuma kebaikan yang aku terima tapi kejelekan-kejelakan kamu”. Apakah kita sanggup untuk menerima apa adanya pasangan kita yang ternyata banyak sifat dari pasangan kita itu yang ternyata lebih 40% (mungkin gak sebanyak ini ya) punya kebiasaan jelek yang tentu saja tidak kita sukai.
Contoh:
Kejelekan suami : Pemarah, Egois, Cemburuan, Pemalas, Cuek, Temprament, mudah tersinggung, pendendam.
Kejelekan Istri : Nyelekit, Tukang Ngomel, suka mengungkit-ngungkit masalah lalu, memotong pembicaraan, gak mau ngalah, mendominasi.
Seandainya keduanya terlibat pembicaraan serius dan tak punya keinginan untuk berubah, dijamin pertengkaran sering banget terjadi, percaya deh. Bertengkar dan sesekali cekcok itu biasa tapi jika sering bertengkar, ada sesuatu yang harus dibenahi.
---
Hubungan yang baik dan harmonis diciptakan oleh rasa yang sama-sama ingin menjadi yang lebih baik
Mungkin diawal memang sulit untu merubah kebiasaan kadang-kadang keceplosan kadang-kadang reflex main lempar handuk sembarangan, buang sampah sesuka hati. Diawal menikah perlu pembicaraan dari hati kehati dan kejujuran akan sifat jelek yang dimiliki, biar tidak kaget jika sewaktu-waktu “kejadian”. Dan katakan aku ingin berubah untuk hubungan kita minimal mengurangi, kita saling bantu untuk hubungan kita yang makin mesra hingga tua #Tsaah *lagi*
Jika ada yang kurang sreg, ada kata atau gerak tubuh yang membuat tersinggung, mendingan langsung saja diomongin, jangan diam. Kadang jika sesuatu masalah jika didiamkan saja, biasanya akan menggelinding bagai bola salju. kemarahan semakin lama akan semakin besar. Segala sesuatu harus terbuka dan gak perlu disimpan didalam batin lama-lama, yang tentunya akan menyebabkan tekanan batin. :D
Tapi memang ada dari sekian banyak orang, ada yang memiliki sifat jika dia marah dia diam. Bukan diam untuk mendamaikan hati, bukan diam untuk menghindari mengeluarkan kata-kata kasar, tapi justru diam untuk memperlihatkan kemarahan.
Jujur saja jika aku pribadi lebih senang dimarahin dengan terbuka dari pada diam. Jika ngomong atau dinyinyirin langsung maka aku bisa membela diri, nah kalau kebetulan ternyata aku benar-benar salah, aku bisa minta maaf langsung, selesai. Malamnya bisa bermesraan lagi deh, #eh.
Tapi ada yang udah marah-marahan pake suara lantang saling jawab, terus diam-diaman sampai 2 minggu, duh!. Padahal nih katanya kalau mau diam-diaman dan tidak tegur sapa itu kan maksimal 3 hari kan ya..?? lewat tiga hari amal ibadah gak diterima, serem banget. Itu tenggang waktu yang diberikan jika ke orang lain, masa suami istri jadi kayak orang lain sih? Emang maksud menikah mau ngapa? mau marah-marahan atau mesra-mesra an?
Jadi ngelantur,
Oke jadi intinya kalimat “ Terima aku apa adanya dan aku terima kamu apa adanya itu” gak bisa terhenti begitu saja, karena konsekwensinya bisa perceraian (jangan sampai terjadi). Dalam rumah tangga itu kita terus belajar untuk menjadi pribadi yang memiliki sikap yang lebih baik. Pernikahan itu investasi kebahagiaan untuk masa yang panjang, belum lagi kalau sudah punya anak, anak sudah sekolah sudah besar masa kita sifatnya gitu-gitu saja. Arus informasi yang gampang diperoleh, anak-anak sekarang jadi cepat dewasa, bahkan lebih bijak dari orang tuanya, makin kritis , jangan sampai kita malah dinasehatin anak-anak, malu dong ah sama anak.
#Selfreminder juga buat aku, karena pernikahan itu adalah ruang belajar yang terus hidup untuk investasi kebahagiaan untuk masa yang panjang. Bagaimana menurut sahabat Nashhah? ada yang mau sharing pengalaman atau mau menambahkan dipersilahkan dengan senang hati.
Alhamdulillah kami selalu menerima kekurangan kami masing2
BalasHapusalhamdulilah ya..mba, artinya ga ada sifat2 yang "ekstrim" yang bikin..suasana tegang melulu..hi2
Hapuspernah ngalamin itu mbak. kesal dong. iya.
BalasHapustapi seiring waktu alhamdulillaah masing-masing malu sendiri. saling memahami, memaklumi ternyata malah jadi obat untuk menyembuhkan penyakit ngeyel ga mau berubah.
cinta itu butuh pengorbananan... salah satunya harus rela melepas sifat ngeyel..n mau menang sendiri..:)
Hapushihihi...iyaaa, tetep harus perbaiki diri dan saling mengingatkan.
BalasHapussaling mengingatkan..itu penting mba... bukan saling mengomeli... *habislah..
HapusOww...aku udah 15 tahun menjalani pernikahan dan rasanya woow sekali. Up n down kata2 terima aku apa adanya menjadi sesuatu yg aneh dan bahan tertawaan.
BalasHapusUjung2nya, Ya udah sifat, karkternya emang begitu, ya insyaallah perubahan yg terbaik selalu diupayakan demi anak. Alhamdulillah..
ya..siapa juga yg mau didiemin..dinyinyirin...kan ya..gak terima! hahahaha..
Hapustapi semua diomongin..terus kalo emang sifat jelek kita kurangi...
untuk kebaikan bersama..
Sharingnya bermanfaat banget, hehehe
BalasHapusnggak semudah yang dibayangkan ya mbak menerima apa adanya itu hehe
BalasHapuskalau aku selama sifat2 jelek yang g disukai pasangan bisa dirubah untuk kebaikan kenapa nggak kita mencoba
Kenapa berumah tangga besar pahalanya, karena berat dan tinggi pengorbanannnya ya
BalasHapusDua dunia yg berbeda bersatu menjalani satu tujuan, pasti limbung kalau satu sama lain tidak saling menerima dan mengalah
Kuncinya kudu legowo sih mbak, emang gak semuanya sama dengan yang kita bayangkan disyukuri sajaaa hehehe
BalasHapusMenurutku , terima apa adanya tapi harus dibarengi dengan menerima apabila ada yang ingin dikoreksi.
BalasHapusMisalnya jika kita pemarah dan suami koreksi untuk mengurangi rasa marah ya harus diterima :)
Duh jadi keinget lagunya Tulus yang: jangan cintai akyuuu, apa adanyaaaa :D
BalasHapusBener mbak, klo aku kuncinya ya ngomong aja apa yang ingin diomongin. Jangan kode-kodean, malah nanti meleset kodenya hahaha
BalasHapusMemang ya, nerima apa adanya itu butuh usaha yang ga sedikit...huhuhu, bapak dan ibuku pun masih dalam proses menerima, meski berpuluh tahun nikah. Mereka sering bilang kalau masih belajar saling menerima dan memahami.
BalasHapusSetuju banget mba. Plus menerima kekurangan keluarga masing-masing *sepaket X)
BalasHapusahaha tulisan ini jadi pelajaran banget,....
BalasHapusBismillah semoga langgeng dan saling belajar terus *ngomongkedirisendiri
BalasHapusMakasih mak dah ngingetin.