Beberapa waktu lalu aku dan beberapa
orang teman terlibat sebuah pembicaraan yang terkesan serius. Awal perbincangan
itu bermula dari seorang teman yang bercerita bahwa dia baru saja pulang dari
sebuah kota mengantarkan keponakan untuk masuk sebuah fakultas kedokteran. Dia
bercerita sebenarnya keponakannya tidak lulus tes, tapi kemudian mereka
berusaha mencari kenalan “orang dalam” agar bisa berkuliah disana , dan
akhirnya si keponakan jebol juga masuk di kedokteran dengan membayar sejumlah
uang yang katanya seratus juta lebih. Wow! kami tercengang, sebegitunyakah
untuk masuk ke kedokteran?? kenapa harus jadi dokter? kenapa tidak kuliah di tempat lain saja?, maksudnya kalau
nggak sanggup biaya, kenapa harus dipaksakan apalagi mesti pinjam uang
sana-sini?
Dulu ketika kecil kita sering ditanya,
jika sudah besar mau jadi apa? jawaban singkat
padat selalu terlontar “dokter”. Kenapa ingin jadi dokter? ingin bantu orang sakit, ingin menyembuhkan
biar semua orang sehat. Itu jawaban
sepuluh atau lima belas tahun lalu, coba saja tanya sekarang maka
jawaban yang di dapatkan adalah bahwa
profesi dokter itu banyak dibutuhkan dan
bayaran mahal, profesi dokter itu elit. Dengan alasan itu tak heran jika banyak
ditemukan dokter-dokter yang keilmuannya kurang tapi profit oriented, karena
masa kuliah sudah banyak menghabiskan dana.
Dengan mahalnya biaya kuliah banyak yang melakukan apa saja demi dapat panggilan
dokter tapi juga banyak masyarakat yang memiliki tujuan mulia menjadi dokter
namun memendam dalam-dalam cita-cita sebagai dokter karena biaya mahal.
Dunia pendidikan yang semestinya menjadi ladang pembentukan
karakter bangsa sudah tercemar dengan komersialisasi dan budaya hedonis.
Pendidikan dokter sekedar mencetak dokter yang mampu memenuhi target kuantitas,
dan sekedar siap menjadi agen dari kapitalis dalam menjalankan industri
kesehatan. Bagaimana mungkin anak bangsa yang memiliki kemampuan intelektual
dapat bersaing masuk FK bila tidak didukung finansial yang kuat. Saat ini
sangat jarang anak petani, anak nelayan, anak buruh dan sejenisnya dari sisi
kemampuan ekonomi dapat berkuliah di Fakultas Kedokteran. Mahasiswa Kedokteran
saat ini sudah terkelompok dalam strata sosial dan ekonomi yang relatif sama
hal ini akan menimbulkan dokter yang bermental elit yang
lambat laun akan menyebabkan dokter Indonesia tidak mampu "membumi"
yaitu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, tidak dapat merespon
kebutuhan masyarakat dan pada akhirnya tidak memiliki arah dan tujuan
profesionalisme kebangsaan untuk masa depan. Mereka hanya siap di sarana kesehatan
yang telah mapan dan menjanjikan kehidupan ekonomi yang lebih baik, padahal
saat ini masih banyak daerah yang membutuhkan dokter. Dokter itu melayani bukan dilayani. Tak heran banyak dokter seperti menganggap
rendah pasien-pasien ekonomi kelas bawah, berkata judes, menakut-nakuti pasienyang seharusnya secara
psikologis pasien itu di dukung dengan kata-kata baik yang menyemangati.
Dalam hal ini kita sebagai rakyat memang tak
bisa menyalahkan dokter itu sendiri, disini ada banyak campur tangan
pemerintah. Saya yakin dokter sangat ingin bisa berbaur dengan masyarakat tanpa
terkotak-kotakan. Mereka menjadikan profesi ini bukan sekedar mata pencaharian
namun sudah menjadi alat perjuangan. Bahkan elit dokter yang
terbentuk berhasil merakyat, mengambil peran bersama rakyat untuk negeri ini.
Urusan
sektor kesehatan yang masih berantakan di indikasikan akan menimbulkan potensi konflik
antara rakyat dan dokter. Dokter lndonesia sebagai bagian dari rakyat lndonesia
membutuhkan peranan dan keberadaan Negara dalam mewujudkan rasa keadilan dalam
kehidupan berbangsa dan mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara seperti
masyarakat lain sehingga dapat bersama-sama menempatkan sektor kesehatan sebagai
mainstream pembangunan nasional. Kesehatan harus dilepaskan dari kepentingan atau
pencitraan politik penguasa dan harus dikembalikan pada tujuan awal yaitu untuk
menyehatkan seluruh rakyat lndonesia
Program Jaminan Kesehatan Nasional ( BPJS ) yang di
jalankan pada saat sekarang ini cukup membantu masyarakat terutama kelas
menengah bawah. Namun program ini harus banyak pembenahan disana-sini,
apalagi obat-obatan yang diberikan ke pasien masih dibawah standar dan
alat-alat medis yang digunakan masih minim, disisi lain terlihat membantu
tetapi masih “nanggung”. Selain itu BPJS juga harus memperhatikan kepentingan
dokter terutama mereka yang ditugaskan didaerah-daerah terpencil.Dengan begitu
tak adalagi rumah sakit yang menolak pasien BPJS, justru melayani secara
baik tak membedakan pasien kaya ataupun miskin. Dengan adanya pembenahan maka
diharapkan program ini menguntungkan semua pihak. Minimnya infrastruktur dan
rendahnya insentif daerah memepengaruhi standar mutu layanan kesehatan.
Kesehatan yang diperjuangkan bukan hanya untuk kalangan elit, menguntungkan
kaum berduit, kesehatan adalah hak bersama, hak rakyat, perlu disadari bahwa
bidang kesehatan juga merupakan tonggak ketahanan nasional.
Hari ini 24 Oktober 2016 merupakan hari Dokter Nasional yang ke
66 tahun. Tak sekedar memperingatinya
dengan sebuah perayaan, tapi dokter Indonesia menggelar aksi damai di
depan Istana Negara. Ada harapan baru
ketika IDI sebagai satu-satunya organisasi profesi dokter di akhirnya berani bersikap berbeda dengan
pemerintah dan memimpin sebuah aksi yang mencerminkan perlawanan profesi
terhadap kezaliman neoimperialisme. Sebuah niat dan upaya untuk memulai
Reformasi Sistem Kesehatan serta Reformasi Sistem Pendidikan Kedokteran, semoga
dokter Indonesia akan selalu merakyat
dan pro rakyat. Aksi damai yang
dilakukan juga untuk menolak Prodi DLP (Dokter Layanan Primer) yang
diindikasi ada pengaruh politik
didalamnya, yang sebenarnya tak berbeda jauh dengan pendidikan dokter umum. DPL
dianggap menghambur-hamburkan uang Negara yang seharusnya bisa dialihkan untuk
kesehatan masyarakat yang lebih luas.
Berikut
hal-hal yang menjadi tuntutan IDI kepada
pemerintahan Jokowi yang saya tulis secara
garis besar saja :
- Terkait alokasi pembiayaan untuk obat bagi pasien yang terlalu kecil sehingga menyulitkan bagi dokter untukmemberikan obat dan penanganan terbaik terutama bagi peserta BPJS dari kalangan rakyat miskin. Pelaksanaan JKN masih memerlukan harmonisasi kebijakan dan pengawasan termasuk dalam kaitannya dengan otonomi daerah yang masih menjadi kendala dalam penerapan program JKN. Sinkronisasi aturan BPJS dengan standar profesi juga harusmenjadi perhatian bersama.
- Pendidikan kedokteran harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, khususnya hal yang terkait dengan mahalnya biaya Pendidikan Kedokteran yang pada ujungnya berdampak pada mahalnya biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat. Hal tersebut tentu saja membawa dampak yang tragis terutama bagi masyarakat miskin, yang semakin sulit mengakses pelayanan kesehatan dengan mudah dan murah.
- Krisis penyebaran dokter yang tidak merata dan kurangnya dokter spesialis. Selama ini terdapat disparitas yang sangat besar dalam penyebaran dokter di lndonesia. Dokter lndonesia lebih memilih untuk hidup di daerah perkotaan dan minimnya yang ingin bertugas ke daerah. lkatan Dokter lndonesia berpandangan alasannya diantaranya adalah minimnya infrastruktur dan dukungan sarana prasarana untuk mencapai standar pelayanan sehingga berpotensi pada rendahnya mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat lndonesia serta rendahnya penghargaan / insentif daerah yang diberikan.
- Menolak Program Studi Dokter Layanan Primer (DLP ) dan Merekomendasikan : Meningkatkan kualitas dokter di pelayanan primer dengan program Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan(P2KB) terstruktur. Perbaikan proses akreditasi pendidikan kedokteran akuntabel, adil dan transparan.Menghadirkan pendidikan kedokteran yang berkualitasdan terjangkau . (Sumber PBIDI)
Semoga usaha dokter Indonesia membuahkan hasil. Sehingga tak
banyak generasi muda yang memendam cita-citanya
untuk menjadi dokter karena biaya yang mahal, tak ada lagi dokter yang
merasa elit yang hanya ingin dilayani tanpa mau melayani rakyat , dan tak terkotak-kotak oleh strata sosial dan akan
terlahir dokter-dokter yang memiliki
keilmuan yang mumpuni, bukan sekedar untuk meraih gelar dokter dan terjun kemasyarakat
untuk sekedar profit oriented.
Selamat Hari Dokter Indonesia yang ke 66 , semoga apa yang menjadi
aspirasi dokter yang juga merupakan
aspirasi rakyat Indonesia, dapat dicapai melalui aksi damai ini.
Selamat hari dokter! semoga semua dokter mengingat bahwa banyak pasien diluar saya yang membutuhkan bantuannya, dan semoga sistem kesehatan di Indonesia terus menjadi lebih baik amiin
BalasHapusaamiin...
Hapusternyata kemarin hari dokter ya mbak. Semoga sehat selalu
BalasHapusselamat hari dokter. Iya sih, denger cerita sodara atau teman yang jadi dokter jadi miris sendiri dengan BPJS ini. bahkan sodaraku yang udah pensiun dipanggil lagi untuk mengabdi di rumah sakit hanya karena dokter muda banyak yang nolak menangani pasien BPJS yang membludak tapi dengan aturan kompensasi yang minim dan obat-obatan yang juga minim. Tak jarang mereka harus merogoh kocek pribadi demi alasan kemanusiaan. Tapi kan.. lelah juga lama-lama. Masa pengabdian terus. Kasihan juga sih. Jadi.. semoga demo dokter didengar oleh pemerintah dan ditindak lanjuti. Maju terus dokter indonesia
BalasHapusWah, biaya masuknya mahal banget kalau pakai orang dalam seperti itu ya mba Nova :(
BalasHapusSelamat hari Dokter juga ah. Btw, aku baru tahu ada Hari Dokter. Hehe. Oya, dulu cita-cita kecil yg sering disebut nih, guru sama dokter. Tapi ternyata dokter susah, guru juga ngga pinter ngomong, jadi terdampar di pabrik kimia akhirnya...xixi.
BalasHapus