“Jadi Bencana Nasional , Parameternya jumlah korban,
Kerugian Ekonomi, dan lainnya lalu harus ada PP baru yang mengatur status
bencana ‘’
Kami memang tidak diterjang
tsunami , diterpa angin topan, gempa bumi, ataupun gunung meletus yang
membuat daerah kami bergelimpangan
mayat-mayat, membuat kami kehilangan saudara, kehilangan tempat tinggal yang
membuat rugi secara ekonomi dan psikis kami terganggu bahkan gila.
Apakah dengan parameter tersebut
kami tidak bisa dikatakan sebagai korban.
Apakah..kami harus mati dulu….
Apakah kami harus miskin dulu…
Apakah kami harus gila dulu…
Baru bisa dikatakan korban..
Selama ini kami korban..
Korban keganasan dan kerakusan para penguasa egois..
yang mungkin jadi merekalah yang memberi izin membuka lahan baru, dan mereka
tidak ingin rugi. Dengan modal sebatang korek api mereka membabat hutan kami,
dan menebarkan penyakit dengan memasukkan partikel berbahaya pada nafas kami.
Mungkin, sekarang
tak ada mati massal, tapi tunggulah beberapa tahun lagi akan ada kematian massal
pada generasi kita. Kematian oleh penyakit yang dihirup berpuluh puluh tahun. Ini
lebih kejam dari eksekusi mati seorang penjahat. Karena kami menikmati rasa
sakit dengan mengeluarkan biaya sedikit demi sedikit ,untuk berobat, padahal semua biaya tabungan kematian.
Itu semua membuat kami miskin, miskin udara bersih,
miskin kekayaan alam kami. Tak lagi bisa bercerita pada cucu kami tentang
indahnya dan sejuknya hutan. Percuma sekarang kita bercerita di buku pelajaran
tentang pentingnya hutan menyimpan segala sumber daya alamnya. Toh pada kenyataannya
justru berubah menjadi lahan industri demi kepentingan sekelompok orang.
Tak bisa bercerita kepada mereka bahwa Desa indah
permai dengan udara yang bersih. Justru kini desa lah yang udaranya paling
kotor.
Sekarang pun
kami sudah gila , keadaan ini membuat kami tertekan dan stress. Bagaimana
tidak, kami disuruh tetap di dalam rumah dan mengurangi aktivitas diluar rumah.
Anak-anak kami diliburkan sekolah, mereka tak lagi bebas bermain dengan keadaan
ini. Dan bapak tau…sekarang pun menyelinap kedalam rumah kami. Kemana kami harus mengungsi..? Kami terpenjara di tanah tumpah darah kami
sendiri. Apa itu tak membuat jiwa kami tertekan..?? stress kita harus bepergian keluar rumah dengan membawa anak, karena keperluan mendesak ntah berobat atau lainnya.
Kami disini perlu gebrakan, Gebrakan dengan menyatakan
bahwa kabut asap adalah bencana nasional yang perlu dipadamkan segera secara serentak. Percuma
jika padam satu daerah..karena asap akan
terbawa oleh angin… jika perlu keluarkan
lah Peraturan pemerintah terbaru, karena peraturan itu kondisional jika keadaan
sudah parah begini perlukah terikat pada
peraturan yang lama.? Bagi kami 14 Pesawat dan 17 Helikopter itu belum cukup.
Haruskah kami mati dulu..?
----------
Airmolek, 5 Oktober 2015
Selamat hari TNI
Dalam sumpah mu..
Bangkitlah membangun negri.
Serahkan Jiwa dan ragamu untuk bangsa ini.
Pemerintah harus tegas terhadap pembakar hutan agar tidak menjadi kebiasaan turun temurun.
BalasHapusSemoga derita asap segera berakhir
Salam hangat dari Jombang
Iya..pak de..harus tegas..kalo ngga ya bakalan begitu2 aja tiap tahunnya.... terimakasih udh mampir.... :)
Hapus